ilustrasi
PAUL Wolfowitz, bekas Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia tahun 1986-1989, masih tetap ramah, santun, dan murah senyum. Tubuhnya kelihatan lebih gemuk dibandingkan dengan ketika ia menjadi duta besar, 12 tahun silam. Pekan lalu, ia datang ke Jakarta mewakili IRI (International Republican Institute), sebuah lembaga internasional yang terkait dengan Partai Republik di AS. "Kami ingin mengetahui apa yang bisa kami lakukan untuk membantu penyelenggaraan pemilu di Indonesia," katanya. Untuk itu, ayah dua anak yang kini menjadi dekan pada The Paul H. Nitze School of Advanced International Studies itu mengunjungi Presiden Habibie, Menteri Penerangan M. Yunus, serta beberapa pejabat lainnya. Dan Kamis malam pekan lalu, ia menerima Arif Zulkifli, Bina Bektiati, dan Wicaksono dari TEMPO, di hotel tempatnya menginap. Berikut petikan wawancara dengannya :
Apa yang Anda bicarakan dengan Habibie?
Tentang pemilu. Juga tentang beberapa isu besar seperti konflik antaragama, masalah hak asasi manusia, dan masalah ekonomi. Saya mengharapkan Habibie dapat mengerti bahwa pemilu adalah hal penting dalam proses politik di Indonesia. Soalnya, investor asing tidak akan masuk ke Indonesia jika orang-orang tidak berhenti saling membunuh. Penyerangan terhadap etnis Cina di Indonesia tahun lalu telah membuat kesan yang buruk tentang Indonesia.
Menurut Anda, berapa lama kepercayaan investor asing itu akan pulih?
Tidak akan lama. Tapi semuanya tergantung pada keadaan politik. Orang tidak akan menaruh uangnya di Indonesia jika pemerintahan yang terbentuk tidak didukung oleh rakyat. Jika keadaan membaik, kepercayaan itu bisa diraih dalam waktu paling tidak lima tahun. Artinya, pembenahan politik dulu, baru ekonomi. Itulah sebabnya pemilu kali ini penting sekali.
Konflik antarpartai politik sudah mulai tampak. Yakinkah Anda bahwa pemilu akan berjalan baik?
Pemilu harus berjalan dengan baik. Karenanya, masyarakat harus disadarkan. Sulit sekali menjalankan pemilu yang baik jika orang-orang masih terus fanatik terhadap partai-partainya. Barangkali akan terjadi kekerasan sepanjang proses pemilu. Tapi, jika pemilu bisa berjalan aman, ini bisa menyangkal pandangan internasional yang buruk terhadap Indonesia selama ini.
Apakah pemilu kali ini akan berhasil?
Saya harap begitu. Tapi, Indonesia masih punya dua persoalan besar. Pertama, ada jutaan orang yang sekarang masih belajar tentang apa itu pemilu yang melibatkan 48 partai. Kedua, masih banyak orang yang memandang pemilu dengan semangat lama, yaitu kesempatan untuk mengintimidasi orang lain, pembelian suara, curang. Tapi, saya optimistis terhadap Indonesia. Semangat bangsa ini adalah harmoni dan menghindari kekerasan.
Apa dampaknya bagi AS bila pemilu di Indonesia tidak berjalan jujur dan adil?
Tentu saja pemerintah AS sangat berkepentingan dengan pemilu yang jurdil. Namun, AS tidak punya preferensi terhadap kandidat tertentu. Jika pemilu menghasilkan lima persen suara untuk masing-masing partai, artinya tidak ada dukungan yang penuh kepada pemerintah. Dengan demikian, posisi pemerintah akan lemah. Seperti di Italia, walau orang berpendapat bahwa Italia adalah negara yang demokratis, dengan banyak partai justru perekonomiannya tidak maju. Padahal, untuk bekerja sama dengan pemerintah AS atau IMF, sebuah negara harus memiliki pemerintah yang kredibel. Jika pemilu tidak berhasil, Indonesia akan diabaikan oleh AS.
Pemerintah baru saja memutuskan untuk melakukan referendum di Timor Timur pada 8 Agustus mendatang. Apa pandangan Anda terhadap keputusan ini?
Tim-Tim memang problem yang berat. Orang AS selalu berpikir bahwa masalah Tim-Tim hanya soal sebuah wilayah yang diambil Indonesia. Tapi, kenyataannya lebih rumit dari itu. Saya pikir masalah Tim-Tim harus diselesaikan secara gradual karena banyak sekali masalah di sana. Jika Anda memutuskan untuk menunda penyelesaikan Tim-Tim selama lima tahun saja, selama lima tahun itu pula orang-orang akan bertempur satu sama lain.
Apakah Anda percaya bahwa referendum adalah jalan terbaik?
Saya tidak melihat banyak pilihan. Referendum memang jalan terbaik. Banyak orang Indonesia yang mengatakan Indonesia telah banyak berkorban untuk Tim-Tim. Jadi, kenapa Tim-Tim harus dilepas? Tapi, menurut saya, pengorbanan orang Indonesia itu adalah untuk mencegah pengaruh komunis masuk ke Indonesia. Tapi, sekarang, bukankah komunisme sudah tidak ada? Jadi, Indonesia memang harus hidup tanpa Tim-Tim.
sumber
Rabu
"Jika Pemilu Gagal, Indonesia Diabaikan AS"
Label:
NASIONAL
0 komentar:
:f: :g: :h: :i: :j: :k: :L: :m: :n: :o: :p: :q:
Posting Komentar
ketik huruf emo bila kasih emotion di komentar Agan